Kamis, 23 April 2009

KISAH-KISAH ULAMA BETAWI

Melaksanakan ibadah haji saat ini — dengan pesawat udara — hanya perlu waktu 10 jam. Tidak demikian ketika perjalanan masih menggunakan kapal layar. Perlu waktu berbulan-bulan, mungkin lebih setahun, dengan berbagai resiko selama pelayaran. Dalam suasana demikian, sejak abad ke-18 orang Betawi banyak yang pergi ke kota suci Mekah. Mereka menjalankan ibadah haji. Karena perjalanan yang begitu sulit, setelah menunaikan rukun Islam ke-5, banyak yang tidak kembali ke tanah air dan bermukim di Mekah.

Mereka yang bermukim di sana menggunakan Al Batawi sebagai nama keluarga. Menjadi kebiasaan para pemukim ketika itu menjadikan nama kota asalnya sebagai nama keluarga. Misalnya, Syech Abdul Somad al Falimbani dari Palembang, Syech Arsyad Albanjari dari Banjarmasin, Syech Basuni Imran al Sambasi dari Sambas, dan Syech Nawawi al Bantani dari Banten.

Masih dengan kapal layar, pada pertengahan abad ke-19 (1834), Syech Junaid, seorang ulama Betawi, mulai bermukim di Mekah. Ia pun memakai nama al-Betawi. Ia amat termashur karena menjadi imam di Masjidil Haram. Syech Junaid al Betawi, yang diakui sebagai syaikhul masyaikh para ulama mashab Syafi’ie, juga mengajar agama di serambi Masjidil Haram. Muridnya banyak sekali. Bukan hanya para mukiman dari Indonesia, juga mancanegara. Nama Betawi menjadi termashur di tanah suci berkat Syech kelahiran Pekojan, Jakarta Barat, ini.

Syech Junaid mempunyai dua orang putera dan dua orang puteri. Salah satu puterinya menikah dengan Abdullah al Misri, seorang ulama dari Mesir, yang makamnya terdapat di Jatipetamburan, Jakarta Pusat. Seorang puteri lainnya menikah dengan Imam Mujitaba. Sedangkan kedua puteranya, Syech Junaid As’ad dan Arsyad, menjadi pelanjut ayahnya mengajar di Masjidil Haram. Syeh Junaid wafat di Mekah pada 1840 dalam usia 100 tahun.

Di antara murid Syeh Junaid yang sampai kini kitab-kitabnya masih tersebar di dunia Islam adalah Syech Nawawi al Bantani, keturunan pendiri kerajaan Islam Banten, Maulana Hasanuddin (putera Syarif Hidayatullah). Karenanya, setiap haul Syech Nawawi, selalu dibacakan fatihah untuk arwah Syech Junaid.

Imam Mujitaba, yang menetap di Mekah, menikah dengan putri Syech Junaid. Pasangan ini menurunkan guru Marzuki, tokoh ulama Betawi dari Cipinang Muara, Jakarta Timur. Karena alimnya, guru Mujitaba diberi gelar waliyullah oleh masyarakat Islam di tanah suci. Menurut budayawan Betawi, Ridwan Saidi, guru Mujitaba satu angkatan dengan mukimin Indonesia lainnya seperti Syech Nawawi al Bantani dan Syech Ahmad Khatib al Minangkabawi.

Sedangkan putera almarhum guru Marzuki, yang hingga kini memiliki perguruan di Rawabunga, Jakarta Timur, mendapat gelar birulwalidain karena begitu berhidmatnya kepada kedua orang tuanya.

Guru Marzuki memiliki sejumlah murid yang kemudian menjadi ulama terkemuka di Indonesia, seperti KH Abdullah Syafi’ie dari perguruan Assyafiiyah dan KH Tohir Rohili dari perguruan Tohiriah di Bukitduri Tanjakan, Jakarta Timur. Kedua perguruan Islam (Assyafiiyah dan Tahiriah) itu kini berkembamng pesat sekali. Keduanya memiliki sekolah mulai dari TK sampai perguruan tinggi.

KH Abdullah Sjafi’ie (wafat 3/9-1985) bersama putera-puterinuya menangani 63 lembaga pendidikan Islam. Sedangkan masjid Al-Barkah di Kampung Bali Matraman, Jakarta Selatan, yang dibangun pada 1933 saat kyai berusia 23 tahun, kini merupakan masjid yang megah.

Mushola bekas kandang sapi itulah yang kemudian menjadi cikal bakal perguruan Asyafiiyah. Kini pengajian Ahad pagi di Masjid Ak-Barkah selalu yang diikuti ribuan jamaah. KH Abdullah Syafi’ie — perguruannya menghasilkan ribuan orang — diantara mereka kini menjadi tokoh agama dan pimpinan majelis taklim di berbagai tempat di Indonesia.

KH Abdullah Syafi’ie adalah figur yang mampu mengkombinasikan dua arus besar pemikiran yang berkembang di lingkungan masyarakat Islam. Dalam diri beliau tercermin betul warna NU dan Muhammadiyah-an. Toh beliau mampu menjadikan diri sebagai model kombinasi yang menarik itu.

Kalau KH Abdullah Sjafii pada Pemilu 1955 berkampanye untuk partai Masyumi. Maka, rekan seangkatannya, KH Tohir Rohili selama dua periode pernah menjadi anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan. Seperti juga KH Abdullah Syafiie, ia mulai berdakwah keliling Jakarta dengan bersepeda. Tiap Ahad pagi, di majelisnya yang juga merupakan kediamannya, diadakan pengajian, yang jamaahnya cukup banyak.

Ulama Betawi, angkatan KH Abdullah Syafii dan KH Tohir Rohili, yakni Mualim Rojiun, KH Nur Ali, Bekasi, sangat ditakuti oleh Belanda karena keberaniannya di front depan Bekas — Karawang — Purwakarta. KH Zayadi dari Klender, Mualim Tabrani, Paseban, dan sejumlah kyai lainnya.

Ulama Betawi sesudah angkatan ini adalah KH Syafii Al Hazami, mantan ketua MUI Jakarta Raya, yang memiliki belasan perguruan Islam di Ibukota. Kemudian KH Abdurahman Nawi, yang kini memiliki tiga buah pesantren yang kesemuanya bernama Al-Awwabin, di Tebet, Depok I, dan Tugu (Sawawangan Depok). Tiga pesantrennya itu memiliki ribuan santri sejak tingkat TK sampai SLTA.

Bersamaan dengan KH Abdurahman Nawi yang memiliki tiga pesantren — sebuah di Tebet (Jakarta Selatan) dan dua di Depok — KH Abdul Rasyid AS, putera almarhum KH Abdullah Sjafii, kini juga membangun majelis taklim di Pulau Air, Sukabumi. Di sini dia telah menghasilkan santri-santri yang memperdalam Alquran. Termasuk belasan orang yang telah menjadi penghafal (hafidz).

Sementara, kakaknya, Hj Tuty Alawiyah AS, kini tengah mengembangkan Perguruan dan Universitas Asyafiiyah, di Jatiwaringin, Jakarta Timur. KH Abdurahman Nawi sendiri merupakan salah seorang murid KH Abdullah Sjafii. KH Abdul Rasyid kini juga tengah menyiapkan pembangunan Universitas Islam KH Abdullah Sjafii dan rumah sakit Islam di Sukabumi di atas tanah seluas 28 hektar.

Satu angkatan dengan kedua ulama itu adalah Habib Abdurahman Alhabsyi, putera Habib Muhammad Alhabsyi dan cucu Habib Ali Kwitang. Pada awal abad ke-20 Habib Ali mendirikan madrasah modern dengan sistem kelas yang diberi nama Unwanul Falah. Perguruan Islam yang juga menampung murid-murid wanita ini, sayang, terhenti pada masa proklamasi. Karena itulah, Habib Ali yang meninggal tahun 1968 dalam usia 102 tahun dianggap sebagai guru para ulama Betawi, banyak diantara mereka pernah belajar di sekolahnya.

Dia adalah murid Habib Usman Bin Yahya, yang pernah menjadi Mufti Betawi. Hampir bersamaan datang dari Hadramaut Habib Ali bin Husein Alatas. Dia bersama Habib Salim Bin Jindan banyak ulama Betawi yang belajar kepadanya. Termasuk KH Abdullah Syafii, KH Tohir Rohili, dan KH Sjafii Alhazami. Yang belakangan ini kelahiran Gang Abu, Batutulis, Jakarta Pusat. Wakil Gubernur DKI Fauzi Bowo ketika kecil, di Batutulis, belajar agama kepadanya.

Salah seorang ulama Betawi kelahiran Matraman yang merupakan penulis produktif adalah KH Ali Alhamidy. Dia telah menulis tidak kurang dari 19 kitab dan buku, seperti Godaan Setan. Menurut budayawan Betawi Ridwan Saidi, KH Ali Alhamidy setiap minggu membuat naskah khotbah Jumat yang digunakan para khotib di masjid-masjid. Tidak hanya di Jakarta tapi di Sumatera. Termasuk masjid-masjid ahlussunah wal jamaah, sekalipun tulisannya lebih kental kearah Muhammadiyah. Tatkala masuk penjara dalam Orde Lama karena kedekatannya dengan Masyumi, ia berhenti menulis. Dan, akhirnya penguasa mengijinkan ia menulis naskah khutbah Jumat dari balik terali penjara.

Sampai tahun 1970-an, dikenal luas nama ulama KH Habib Alwi Jamalullail, yang telah beberapa kali mendekam di penjara, baik pada masa Orla maupun Orba, karena keberaniannya mengkritik pemerintah, yang kala itu dianggap tabu. Perjuanjgannya kemudian diteruskan oleh puteranya, Habib Idrus Djamalullail, yang pada tahun 1995 mengajak demo alim ulama Betawi ke DPR menolak SDSB.

Keluarga Jamalullain termasuk generasi awal yang datang ke Indonesia dari Hadramaut pada abad ke-18. Mereka banyak terdapat di Aceh. Yang Dipertuan Agung Malaysia sekarang ini juga dari keluiarga Jamalulail.

Islamisasi di Betawi mendapatkan momentum baru tatkala Sultan Agung melancarkan dua kali ekspedisi ke Batavia untuk menyerang VOC. Terlepas ekspedisi ini tidak berhasil menyingkirkan penjajah Belanda, tapi dari segi kultural, ekspedisi itu mencapai hasil yang mempesona. Para tumenggung Mataram, setelah gagal mengusir Belanda, setelah tinggal di Jakarta, banyak menjadi juru dakwah yang handal. Mereka telah memelopori berdirinya surau-surau di Jakarta — yang kini menjadi masjid — seperti Masjid Kampung Sawah, Jembatan Lima, yang didirikan pada 1717.

Salah seorang ulama besar dari kampung ini adalah guru Mansyur. Ia lahir tahun 1875. Ayahnya bernama Abdul Hamid Damiri al Betawi. Pada masa remaja dia bermukim di Mekah. Di kota suci ini dia berguru pada sejumlah ulama Mekah, seperti Syech Mujitaba bin Ahmad Al Betawi. Guru Mansyur sewaktu-waktu hadir dalam majelis taklim Habib Usman, pengarang kitab Sifat Duapuluh. Guru Mansyur menguasai ilmu falak, dan memelopori penggunaan ilmu hisab dalam menentukan awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri serta Idul Adha di Jakarta. Dia juga merupakan penulis produktif. Tidak kurang dari 19 kitab karangannya.

Guru Mansyur mendalami ilmu falak, karena dulu di Betawi orang menetapkan awal Ramadhan dan lebaran dengan melihat bulan. Kepala penghulu Betawi menugaskan dua orang pegawainya untuk melihat bulan. Jika bulan terlihat, pegawai tadi lari ke kantornya memberi tahu kepala penghulu. Kepala penghulu meneruskan berita ini kepada masjid terdekat. Mesjid terdekat memukul beduk bertalu-talu tanda esok Hari Raya Idul Fitri.

Kanak-kanak yang mendengar beduk bergembira, lalu belarian ke jalan raya sambil bernyanyi. Tetapi banyak juga orang yang tidak mendengar pemberitahuan melalui beduk. Akibatnya, seringkali lebaran dirayakan dalam waktu berbeda. Guru Mansyur memahami hal ini. Karena itu, ia memperdalam ilmu falak. Setiap menjelang lebaran Guru Mansyur mengumumkan berdasarkan perhitungan ilmu hisab.

Dalam adat Betawi, guru dipandang orang yang sangat alim dan tinggi ilmunya. Ia menguasai kitab-kitab agama dan menguasai secara khusus keilmuan tertentu. Di atas guru ada dato’. Dia menguasai ilmu kejiwaan yang dalam. Di bawah guru ada mualim. Di bawah mualim adalah ustadz, pengajar pemula agama. Di bawah ustadz ada guru ngaji, yang mengajar anak-anak untuk mengenalk huruf Arab.

Oleh Alwi Shahab.

Sekilas Almarhum KH. Abdullah Syafi'ie

KH Abdullah Syafi’ie memang dikenal luas oleh masyarakat. Rumah duka di Kampung Balimatraman ke peristirahatan terakhir di Pesantren Asyafi’iyah, Jatiwaringin, mesin mobil dimatikan. Karena, ribuan pelayat rela untuk saling rebutan mendorongnya sejauh 17 km.

Pada masa Habib Ali Alhabsyi (meninggal September 1968), sang kiai hampir tiap Ahad pagi hadir di majelisnya. Apalagi sang kiai pernah berguru di madrasah Unwanul Walah yang dibangun Habib tahun 1920-an. Habib Ali selalu meminta muridnya itu untuk berpidato di majelis taklimnya di Kwitang.

KH Abdullah Syafi’ie juga pernah berguru pada Habib Alwi Alhadad, seorang yang banyak ilmunya hingga diminta menjadi Mufti Johor oleh pemerintah setempat. Kesultanan Johor memberikan penghargaan besar kepada muftinya itu. Habib Alwi adalah pendiri Daarul Aitam (Panti Asuhan) di Tanah Abang, Jakarta Pusat (1931), yang hingga kini masih berdiri dengan megah. Ia juga penulis Masuknya Islam di Indonesia, yang dijadikan salah satu rujukan dalam seminar di Medan (1953).

Pada peristiwa 52 tahun lalu, saat kampanye Pemilu pertama (September 1955). Bagaimana gagahnya sang kiai memimpin barisahn ketika melewati Jalan Kwitang RayaSadagahnya sang kiai memimpin barisahn ketika melewati Jalan Kwitang Raya — depan toko buku Gunung Agung. Memang, waktu Pemilu 1955, sang kiai berkampanye untuk Partai Masyumi. Karenanya, sampai akhir hayatnya dia sangat dekat dengan Mohamad Natsir, Mr Mohamad Roem, Syafrudin Prawiranegara, Prawoto Mangunpuspito, dan KH Abdulllah Salim.

Bagi KH Abdullah Syafi’i, beda pendapat dalam agama bukan untuk diperdebatkan, apalagi menjadi sumber konflik. Beliau dekat dengan kelompok tradisional yang memang merupakan tema majelis taklimnya. Tapi, ia juga punya hubungan erat dengan tokoh-tokoh pembaharuan.

Meskipun sekolahnya hanya sampai kelas dua SD, tapi ketika ia wafat putra-putrinya ikut mengendalikan perguruan Islam Asyafi’iyah yang memiliki 63 lembaga. Suatu prestasi yang perlu diacungi jempol. Menunjukkan ia punya cita-cita besar untuk memajukan umat Islam Indonesia. Ketika ditanya dari mana dananya, almarhum dengan optimis mengatakan, ”Setiap niat baik dan ikhlas, pasti Allah akan memberikan jalan.”

Melihat pesantrennya yang memiliki ribuan santri dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, mungkin sukar dipercaya bahwa untuk mencapainya almarhum merintisnya dari bawah. Kiai yang kental logat Betawi-nya dan dikenal rendah hati ini mulai berdakwah dari kandang sapi. Kemudian, dari kandang sapi dia membangun Masjid Al Barkah yang diresmikan oleh Habib Ali Kwitang (Nopember 1933). Lalu, ia menyediakan tanahnya sendiri yang dibeli dengan uang pribadi.

Bagi KH Abdullah Syafe’ie, perjuangan untuk Islam tidak mengenal akhir. Sebelum wafat, almarhum masih bercita-citakan untuk membangun pesantren Alquran. Rupanya, putra KH Abdul Rasyid ini ingin mewujudkan cita-cita sang ayah. Pada tahun 1970 — 17 tahun lalu, atas wakaf dari pengusaha Restoran Lembur Kuring, H Sukarno, dia mendapatkan hibah tanah seluas 3,3 hektar di Pulau Air, Jl Sukabumi-Cianjur Km 10,

Saat ini pesantren Alquran, mulai dari TK sampai SMA, memiliki tanah seluas 27 hektar. Pesantren yang terletak di atas ketinggian 600 meter di atas permukaan laut itu, kini memiliki lebih dari 700 santri. Pesantren yang juga menyelenggarakan pendidikan umum itu telah mewisuda 15 santri hafal Alquran. Empat diantaranya telah diberangkatkan haji.

Seperti ayahnya, KH Abdul Rasyid AS belum merasa puas atas apa yang telah dimiliki dan diperbuatnya. ”Saya bercita-cita pesantren ini menjadi tempat pengkaderan ulama,” katanya.

Dia juga bercita-cita membangun sebuah universitas Islam berbobot di Pulau Air, serta mendirikan rumah sakit Islam di lereng pegunungan yang sejuk itu. Kini siaran radionya makin berkembang dengan adanya AM 792 Radio Asyafi’iyah dan 95,5 RASfm — keduanya di Jakarta. Selain itu, juga Radio Suara Pulau Air FM 89,5. ”Khaul walid nanti akan disiarkan langsung oleh ketiga radio tersebut,” katanya.
(Alwi Shahab )

Sumber : www.republika.co.id

Rabu, 22 April 2009

AKSI UMAT ISLAM UNTUK SOLIDARITAS PALESTINA



Ulama kharismatis yang juga Pimpinan Perguruan As Syafiiyah, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafii memimpin langsung Aksi Umat Untuk Solidaritas Palestina, Jumat (23/1). Bersama dengan Sekjen FUI, KH. Muhammad Al Khaththath dan sejumlah tokoh ormas lainnya, putra ulama besar KH. Abdullah Syafii ini berjalan memimpin ribuan massa longmarch dari bundaran HI ke depan Istana Negara, Jakarta.

Dengan diiringi oleh massa yang memadati ruas jalan MH Thamrin hingga Medan Merdeka Barat, anggota dewan penasehat FUI tersebut mengumandangkan tahlil dan takbir.

”Penderitaan umat Islam di Palestina tak terperikan lagi. Desingan bom dan peluru yang menyebabkan tetesan hujan darah dan serpihan daging yang terkoyak dan terbakar terhampar di antara puing-puing bangunan mesjid, sekolah, rumah sakit. Mereka adalah saudara-saudara kita. Karenanya sebagai umat Islam, kita ingin menunjukkan rasa solidaritas dan simpati terhadap perjuangan muslim Palestina” ungkap Kiyai Rasyid pada wartawan.

Dalam orasinya, Kiyai Rasyid mengajak kepada umat Islam untuk bersatu dalam mengalahkan zionist Israel. ”Ya Allah tolonglah hamba-hambamu yang menderita dan didzalimi. Ya Allah hancurkanlah Zionist Yahudi dan antek-anteknya”, doa Kiyai Rosyid yang diamini oleh seluruh peserta aksi.

Sementara itu, menurut koordinator lapangan aksi, Abu Saad, aksi ini merupakan wujud nyata dari persatuan umat Islam Indonesia. ”Inilah salah satu bentuk persatuan umat. Kita melakukan aksi dalam rangka hari kemarahan umat sedunia untuk solidaritas Palestina”, ungkapnya.

Sejumlah tokoh Islam yang hadir dan memberikan orasi dalam aksi itu antara lain Ustadz Muhammad Ihsan Tanjung (tokoh tarbiyah), Ust. Ferry Nur (KISPA), Ust. Fikri Bareno (Sekjen Al Ittihadiyah), KH. Nasir Zein (Pesantren ar Rafah Bogor), Habib Selon (Laskar Aswaja), dan lain-lain.

Sementara ribuan massa itu berasal dari berbagai ormas Islam seperti Perguruan As Syafiiyah, Hizb Dakwah Islam (HDI), Front Pembela Islam (FPI), Hidayatullah, GARIS, GPMI, MER-C, Laskar Aswaja, Missi Islam, Anshorut Tauhid, MMI, Pesantren Husnayain, Majelis Tafsir al Quran (MTA), LPPD Khairu Ummah, Koalisi Anti Utang, Majlis taklim, jamaah masjid, siswa sekolah, dan lain-lain.

shodiq/mj/www.suara-islam.com

(zn)

KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi'ie


Tidak Mau Dipusingkan Masalah Furu’iyah

“Dalam situasi sekarang ini, ketika gempuran dan serangan dari musuh-musuh Islam makin besar, tidak ada jalan lain, umat Islam harus bersatu. Pegang teguh ukhuwah Islamiah,” ujar adik kandung Hj. Tuti Alawiyah ini, penuh harap.


Minggu, 4 September 2005, atau 1 Syakban 1426 Hijriah, puluhan ribu umat Islam dari berbagai daerah memadati sebuah pondok pesantren di kawasan Pulo Air, Sukabumi. Dengan khusyuk, hadirin melantunkan surah Ya-Sin, tahlil, dan doa, dipimpin oleh seorang pria paruh baya. Seminggu sebelumnya, 28 Agustus 2005, bertempat di Masjid Al-Barkah, Jakarta Selatan, ratusan jemaah juga berkumpul untuk tujuan dan acara yang sama.
Dua acara tersebut diadakan untuk memperingati haul ulama besar dan mubalig Betawi yang kondang pada periode tahun ’60 hingga ‘80-an, K.H. Abdullah Syafi’ie. Sang mualim wafat pada tangal 3 September 1985, setelah mendirikan 33 lembaga pendidikan, 19 lembaga dakwah, dan 11 lembaga sosial. Perguruan Asyafi’iyah sendiri ketika itu memiliki lebih dari 700 santriwan dan santriwati.
Pembacaan surah Ya-Sin dan tahlil dalam acara haul tersebut dipimpin oleh putra kedua bersaudara sang mualim, yang kini meneruskan jejak langkahnya mengajar dan berdakwah, K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie. Selesai memimpin majelis taklim yang berlangsung selama dua jam, dengan beberapa penceramah, K.H. Abdul Rasyid A.S. kemudian membagi-bagikan sedekah kepada lebih dari 100 anak dan orang tua dari daerah sekitarnya.
Setengah jam sebelum acara berakhir, anak-anak dan beberapa orang tua telah mengantre dengan tertib di depan halaman Masjid Al-Barakah. Sambil membacakan selawat, masing-masing anak mendapat uang Rp 1.000 dan orang tua Rp 2.000. Kegiatan di dua majelis taklim itu, sebagaimana juga kegiatan majelis taklim khusus untuk kaum ibu tiap Kamis pagi, disiarkan oleh Radio Asyafi’iyah dan Radio Alaikas Salam, Jakarta, dan Radio Pulo Air di Sukabumi, tiga stasiun radio milik yayasan Asyafi’iyah.
Sementara di kediamannya, yang jaraknya sekitar 50 meter dari masjid, telah menunggu beberapa orang, sejumlah kaum duafa yang kemudian diberi uang oleh Pak Kiai, beberapa orang yang bermaksud minta didoakan, termasuk seorang tua yang tengah menderita stroke, dan sejumlah kiai yang datang dari berbagai tempat di ibu kota, menyampaikan undangan kepadanya untuk memberikan siraman rohani.
Seperti juga ayahnya, K.H. Abdul Rasyid tampaknya sibuk dalam kegiatan dakwah. ”Saya hari Jumat (26/8-20005) jadi khatib di Masjid Al-Riyad Kwitang, yang dibangun oleh Habib Ali Kwitang,” kata ayah tujuh anak dari buah perkawinannya dengan Hj. Azizah binti Aziz ini dengan bersemangat.
Di hari yang sama, di lantai dua kediamannya, berkumpul 56 orang calon jemaah haji ONH Biasa yang akan diberangkatkan pada musim haji mendatang. Mereka adalah anggota rombongan jemaah Ar-Rasyidiah, yang akan dipimpin sendiri oleh K.H. Abdul Rasyid dan istrinya. Ar-Rasyidiah adalah kelompok jemah haji plus yang bernaung di bawah biro perjalanan hajinya yang telah berdiri sejak tahun 1989. “Lebih dari 2.000 jemaah yang telah berangkat haji melalui Ar-Rasyidiah,” kata kiai kelahiran Jakarta, 30 November 1942, ini.

Semula Restoran
Tak pernah terbayangkan di benak K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie untuk membangun Pesantren Al-Quran di daerah Sukabumi. Ini bermula dari ajakan H. Soekarno (alm.), koleganya yang mempunyai rumah makan Sunda di Sukabumi, untuk mengunjungi salah satu tempat usahanya di kota tersebut sekitar tahun 1987.
“H. Soekarno mengajak saya untuk pergi ke Sukabumi, mampir di tempat usahanya, yakni Restoran Nikmat. Letak persisnya di Jalan Raya Cianjur-Sukabumi Kilometer 10, atau lebih tepatnya Kampung Pulo Air, Sukabumi,” kenang K.H. Abdul Rasyid Syafi’ie mengawali cerita tentang awal mula berdirinya pondok pesantren yang kini ia kelola.
Setelah menikmati pemandangan yang indah dan menu restoran yang nikmat, keduanya mengelilingi area kolam ikan dan restoran yang luasnya kira-kira tiga hektare. H. Soekarno menunjukkan batas-batas tanah yang dimilikinya itu.
“Di sebuah balai-balai, ia mengajak berbincang sebentar. Kemudian ia menyerahkan seluruh bangunan beserta asetnya. Beliau bilang, ‘Tempat ini saya serahkan pada Saudara, buatlah pesantren yang baik’,” kata K.H. Abdul Rasyid menirukan H. Soekarno, kala itu. “Dengan niat bismillahirahmanirrahim, seraya menyerahkan diri pada Allah SWT, saya menerima tawaran H. Soekarno.”
Ketika itu H. Soekarno yang baru saja menjalani operasi jantung di Australia pun menangis. “Ia terharu setelah mewakafkan tanahnya tersebut. Saat itu usianya sudah lanjut, 70-an,” kata K.H. Abdul Rasyid. Memang tak berapa lama setelah peristiwa bersejarah itu, pengusaha restoran yang berasal dari Ciamis dan banyak tinggal di Sukabumi itu pun wafat.
K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, yang telah menerima amanah dari H. Soekarno, pun dengan bersunguh-sungguh mengemban amanah yang telah diterimanya itu. “Saya mondar-mandir Jakarta-Sukabumi selama satu tahun untuk mewujudkan pondok pesantren,” tutur K.H. Abdul Rasyid.
Perlahan, dengan niat mensyiarkan Islam agar lebih luas dan maju, Kiai Abdul Rasyid pun kemudian menyulap Restoran Nikmat itu menjadi bangunan Pondok Pesantren Al-Quran. Dalam waktu setahun, 1989-1990, sembilan lokal bangunan pesantren pun berhasil dibangun, dan dinamakan Pesantren Al-Quran K.H. Abdullah Syafi’ie. ”Semula pesantren ini diniatkan untuk anak-anak SD, yang pada awalnya masih berjumlah sekitar 17 anak,” ujarnya.
Lambat laun, minat masyarakat untuk menitipkan anaknya ke Pesantren Al-Quran pun semakin besar. Mereka berbondong-bondong menitipkan anaknya ke pondok pesantren tersebut. Hingga kini pesantren yang tanahnya telah berkembang menjadi sekitar 28 hektare ini telah menampung hampir sekitar 500 santri. Terakhir, Pesantren Al-Quran K.H. Abdullah Syafi’ie telah meluluskan 15 santri yang hafal Quran. Selain mendapat gemblengan pelajaran agama, para santri juga mendapat materi umum melalui program pendidikan TK sampai SMA.
Sejak kecil hingga dewasa, K.H. Abdur Rasyid banyak belajar agama di pendidikan tinggi Islam As-Syafi’iyah milik sang ayahanda. Praktis, ia banyak dididik langsung oleh sang ayahanda, yang kemudian meninggalkan kesan yang sangat mendalam.
“Keikhlasannya dan semangatnya tinggi di dalam menegakkan kalimat Allah dan menyampaikan ilmu sebagai amanah dari Allah SWT. Almarhum juga sangat bersemangat mencanangkan umat untuk lebih mencintai Al-Quran sebagai mukjizat terbesar dari nabi kita Muhammad SAW,” komentar K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie mengenai sosok sang ayah.
Selain berkiprah di Pondok Al-Quran Sukabumi, ia juga masih sempat mengelola Majelis Taklim Al-Barakah yang ada di Jln. Al-Barkah, Tebet, Jakarta Selatan.

Kitab Kuning
Pengajian di As-Syafi’iyah banyak menggunakan kitab kuning, termasuk kitab karangan Habib Abdullah Al-Haddad, yang banyak digunakan di kalangan habaib. Demikian juga pengajiannya selalu diisi dengan Maulid Barjanji. Tapi ini tidak menyebabkan dia menjauhkan diri dari kelompok lain. Dia sekarang menjadi ketua umum KISDI (Komite Internasional untuk Solidaritas Dunia Islam), yang anggotanya sejumlah organisasi Islam di Indonesia. Bahkan dia juga telah diangkat sebagai pembina Dewan Dakwah Islam Indonesia, yang didirikan oleh almarhum H. Mohamad Natsir tahun 1970-an.
“Saya ini meneruskan kiprah almarhum ayah. Ayah saya berteman baik dengan tokoh-tokoh Masyumi, seperti Mohamad Natsir, Mohamad Roem, Prawoto, dan Syafrudin Prawiranegara,” kata K.H. Abdul Rasyid, yang, meniru jejak ayahnya, tidak mau dipusingkan dengan masalah furu’iyah, perbedaan pendapat dalam masalah fikih. “Dalam situasi sekarang ini, ketika gempuran dan serangan dari musuh-musuh Islam makin besar, tidak ada jalan lain, umat Islam harus bersatu. Pegang teguh ukhuwah Islamiah,” ujar adik kandung Hj. Tuti Alawiyah ini, penuh harap.
Di samping bersatu, dia juga mengingatkan agar umat Islam tidak melupakan kewajiban untuk menuntut ilmu, seperti yang banyak dianjurkan Al-Quran dan hadis Nabi SAW. Tanpa itu, jangan mimpi umat Islam akan bangkit.
Ditanya tentang kesan-kesannya terhadap generasi muda Islam, dia menyatakan, di satu pihak para pemuda-pemudinya bangkit, tapi di pihak lain kita prihatin, karena banyak di antara mereka yang terbius oleh arus kebudayaan asing, Barat. Hal ini bertambah gawat, karena pornografi, pornoaksi, mistik, dan takhayul ditayangkan secara luas oleh media.
Dari tujuh anaknya, enam orang sudah menikah. Dalam regenerasi di As-Syafi’iyah, “Saya libatkan mereka, baik di pengajian majelis taklim, pesantren di Pulo Air, maupun di tiga siaran radio yang dikelola Asyafi’iyah.”
Tapi keinginannya untuk meningkatan dakwah dan kesejahteraan umat tidak berhenti. Di Pulo Air Sukabumi, katanya, ada tanah 28 hektare yang akan dibangun Universitas K.H. Abdullah Syafi’ie. Dan masih ada cita-cita luhur lainnya, ingin mendirikan rumah sakit Islam di Sukabumi. “Doakan, insya Allah cita-cita ini akan direstui Allah SWT.”

Alwi Shihab, AST/Ft. Ao/Desember 2008
in http://ajisetiawan1.blogspot.com
(zn)

Minggu, 12 April 2009

ALMARHUM BAPAK KH. ABDULLAH SYAFI'IE


Pendiri Masjid Al-Barakah dan Yayasan Perguruan Islam As-Syafi’iyah


Riwayat singkat hidupnya dan perjuangannya dalam meninggikan kalimat ALLAH SWT.

  • KH. Abdullah Syafi’ie lahir di Kampung Balimatraman, Jakarta Selatan pada tanggal 16 Sya’ban 1329 H/ 10 Agustus 1910 Hari Sabtu. Nama ayahnya H. Syafi’ie Bin Sairan dan ibundanya Nona Binti Asy’ari. Mempunyai dua orang adik perempuan yang bernama Hj. Siti Rogayah dan Hj. Siti Aminah.
  • Kedua orang tuanya cinta kepada orang-orang Alim dan Sholeh sehingga dari sejak kecil sudah diarahkan untuk belajar ilmu agama.
  • Sambil belajar, menuntut ilmu terus mengajar. Dan pada umur 17 tahun sudah memperoleh surat pemberian tahoe; boleh mengajar di langgar partikulir.
  • Ketika berumur 23 tahun mulai membangun Masjid Al Barkah di Kp. Balimatraman. Disitulah Almarhum lebih menekuni pembinaan masyarakat-umat mengajak mereka ke jalan Allah.
  • Sekitar tahun tiga puluhan da’wahnya lebih meluas lagi mencapai daerah sekitar Jakarta dan Almarhum menuntut ilmu ke Bogor (Habib Alawy Bin Tohir Alhaddad).
  • Sekitar tahun empat puluhan membangun tempat pendidikan yaitu tingkat ibtidaiyah dan secara sederhana mulai menampung pelajar-pelajar yang mukim (tinggal) terutama dari keluarga.
  • Pada tahun 1957 membangun AULA AS-SYAFI’IYAH yang diperuntukkan bagi madrasah tingkat Tsanawiyah Lilmuballighin wal Muallimin.
  • Tahun 1965 mendirikan Akademi Pendidikan Islam As-Syafi’iyah (AKPI As-Syafi’iyah).
  • Tahun 1967 mendirikan Stasiun Radio As-Syafi’iyah, tahun 1969 AKPI ditingkatkan menjadi UIA.
  • Tahun 1968 merintis tempat pendidikan di suatu desa pinggiran Jakarta yaitu Jatiwaringin Kecamatan Pondok Gede Bekasi sebagai pengembangan dari pendidikan yang telah ada.
  • Pada tahun 1974-1975 membangun pesantren putra dan pesantren putri di Jatiwaringin.
  • Pada tahun 1978 membangun pesantren khusus untuk Yatama dan Masakin.
  • Pengembangan sarana untuk pendidikan dan pesantren terus terus dikembangkan ke sekitar Jakarta seperti di Cilangkap-Pasar Rebo, di Payangan-Bekasi, Kp. Jakasampurna-Bekasi, dll.
  • Tahun 1980 mulai menyiapkan lokasi untuk Kampus Universitas Islam As-Syafi’iyah.
  • Almarhum pernah menjabat sebagai Ketua I Majelis Ulama Indonesia pada periode pertama dan juga sebagai Ketua Umum Majelis Ulama DKI periode pertama dan kedua.
  • Almarhum banyak memikirkan tentang pendidikan untuk menghadirkan Ulama untuk masa yang akan datang dengan mendirikan Pesantren Tinggi yaitu MA”HAD ALY DAARUL ARQOM As-Syafi’iyah.
  • Almarhum berhati lembut : merasa pedih hatinya dengan penderitaan umat terutama jika umat mendapat musibah dalam urusan agama. Almarhum segera berusaha memberikan petunjuk dan pengarahan serta mencarikan jalan-jalan keluarnya.
  • Selalu mengajak umat kepada Tauhidullah dan AQIDAH ala thoriqoh Ahlissunnah wal jama’ah. Dimana-mana beliau berda’wah dan berceramah selalu mengajak jama’ah untuk beristighfar dan mengumandangkan kalimat Tauhid : La ilaa ha illallah – Muhammadurrasulullah.
  • Jiwa dan semangatnya : membangun umat untuk menghidupkan syi’arnya agama Islam. Mendirikan masjid-masjid, musholla dan madrasah serta pesantren-pesantren. Menggalakan umat untuk berani dan suka beramal jariah, infak, dan shodaqoh serta berwakaf.
  • Mengajak ulama dan asatidzah untuk bersatu. Memberikan kesempatan kepada asatidzah dan ulama-ulama untuk tampil di tengah masyarakat.
  • Menyelenggarakan Majlis Muzakarah Ulama dan Asatidzah.
  • Menyantuni para dhu’afa (kaum yang lemah) dengan bantuan berupa beras, pakaian, uang, dll.
  • Pada hari Selasa dinihari jam 00.30 Bapak KH. Abdullah Syaf’ie berpulang ke rahmatullah saat menuju Rumah Sakit Islam. Dishalatkan di Masjid Al Barkah Balimatraman oleh puluhan ribu umat islam secara bergelombang dipimpin oleh para Alim Ulama. Turut serta tokoh-tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah. Dimakamkan pada hari Selasa tgl. 18 Zulhijjah 1405 H/ 3 September 1985 di Komplek Pesantren Putra As-Syafi’iyah Jatiwaringin-Pondok Gede dengan dihantarkan oleh ratusan ribu umat Islam.

INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN

“SEMOGA ALLAH SWT SELALU MEMBERIKAN RAHMATNYA DAN AMPUNANNYA.”

Amin. Al fatihah…

Jumat, 10 April 2009

PESANTREN AL-QUR'AN KH. ABDULLAH SYAFI'IE AS-SYAFI'IYAH


TAMAN AL-QUR’AN DI KOMPLEK WISATA PULO AIR

Pesantren Al-Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie As-Syafi’iyah, semula adalah kawasan wisata Pulo Air milik H. Sukarno (Alm). Tanah seluas 3,3 Ha. Kini telah berkembang menjadi 27 Ha. Alhamdulillah di tanah seluas itu telah dibangun beberapa fasilitas pendidikan modern, mulai dari Taman Kanak-Kanak Islam (TKI) sampai Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI).

PROGRAM UNGGULAN DAN JENJANG PENDIDIKAN

Pesantren Al-Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie As-Syafi’iyah Pulo Air Sukabumi kini berusia 18 tahun. Dan memasuki usia 19 tahun, sudah banyak yang dilakukan dalam pendidikan dan pengembangan santri mulai TK, SD dan SMA untuk menjadi generasi Qur’ani yang tafaqquh fiddin. Saat ini pesantren manampung sekitar 540 santri, yang berasal dari seluruh wilayah Tanah Air. Program yang dilaksanakan sebagai berikut :

A. KURIKULER

TK Islam

Dalam mempersiapkan generasi yang islami, dengan meletakkan prinsip-prinsip pendidikan dan agama secara benar ke arah pembentukan sikap, pengembangan pengetahuan dan keterampilan maka program TK mengacu pada Kurikuilum Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2006. Secara umum anak masuk SD dan TK Islam As-Syafi’iyah sudah bisa membaca dan menulis, menghafal sebagian juz 30, bacaan shalat, doa-doa serta menghafal mufrodat bahasa Arab sampai 100 kata.

SD Islam As-Syafi’iyah (Terakreditasi A+)

Sejak berdirinya samapai dengan Tahun Pelajaran 2008/2009, telah meluluskan 17 angkatan. Para alumninya berhasil masuk ke SMP favorit di Jakarta dan kota besar lainnya. Sedangkan untuk NEM, terbaik di wilyah I (dari 79 SD dalam 4 kecamatan).

Prestasi lainnya adalah :

  1. Juara 1 Lomba Tata Upacara Bendera Tingkat Kabupaten
  2. Juara 1 Lomba Mengarang Ko. Kabupaten Sukabumi
  3. Juara Umum Lomba Mata Pelajaran Tingkat Kecamatan
  4. Juara 1 Lomba Murid Teladan Tingkat Kecamatan
  5. Juara 2 Futsal se-wilayah II Bogor
  6. Juara 2 Futsal Apresiasi Seni Tingkat Kecamatan

SMP Islam As-Syafi’iyah (Terakreditasi A+)

Pertama dimulai Tahun Pelajaran 1993/1994 untuk memeberi kesempatan bagi lulusan SD Islam As-Syafi’iyah serta sekolah lainnya.

SMP Islam As-Syafi’iyah telah dikembangkan sesuai dengan konsep terpadu, adanya Kelas Cerdas Istimewa dan Bakat Siswa (Akselerasi) bagi santri yang berprestasi, ditambah dengan tiga muatan lokal; Program Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, Program Kepesantrenan / Takhassus, Tilawah serta Program Tahfidzul Qur’an. SMP Islam As-Syafi’iyah saat ini memiliki sekitar 236 siswa dengan berbagai prestasi yang telah dicapai diantaranya :

  • Siswa Teladan Tingkat Jawa Barat
  • NEM Terbaik SMP se-Kab. Sukabumi
  • Juara 1 Olimpiade Bahasa Indonesia Tingkat Propinsi Jawa Barat
  • Satu Regu Putri Peserta Jambore NAsional Pramuka di ABtu Raden, Jawa Tengah
  • Peringkat 1 Seleksi Pembinaan Matematika Kota Sukabumi
  • Juara 1 Seleksi IJSO Jawa Barat
  • Peserta IJSO ke-3 Nasional

SMA Islam As-Syafi’iyah (Terakreditasi A+)

Berangkat dari tuntutan masyarakat yang terus berkembang, Yayasan kembali membuka jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alhamdulillah SMA Islam As-Syafi’iyah akhirnya bisa terwujud. Pada Tahun Pelajaran 2008/2009 akan dibuka Kelas Akselerasi selama 2 tahun bagi santri yang berprestasi. Alumni SMA, sebagian besar melanjutkan ke UIN, selebihnya ke UI, IPB, UNDIP, UNS, Al Azhar (Mesir), DArul Mustofa (Hadromaut, Yaman), UNPAD<>

Kepesantrenan dan Takhassahus

Lembaga ini menyelenggarakan Paket Diniyah untuk SMP dan SMA. Materi Kepesantrenan menggunakan Kurikulum Khusus Ilmu Agama Islam, sedangkan santri berprestasi diarahkan pada Program Takhasshus, dengan kitab kuning menjadi materi kajian.

B. KO-KURIKULER

  • Program Tahfidzul Qur’an dengan prestasi tertinggi hafal 30 juz
  • Pencak Silat
  • Pengembangan bahasa asing

C. EXTRA KURIKULER

  • Kepramukaan
  • Komputer
  • Olahraga
  • KIR
  • Muhadhoroh
  • Kaligrafi
  • PMR
  • Tilawah

D. JADWAL KEGIATAN RUTIN PESANTREN AL-QUR’AN KH. ABDULLAH SYAFI’IE

03.30 - 04.40

  • Bangun tidur & merapihkan asrama (TK - SMA)
  • Program pengembangan bahasa Inggris dan bahas Arab untuk SMP dan SMA
04.40 - 05.15 :
  • Shalat Shubuh berjamaah Mengulang dan menambah hafalan
05.15 - 06.15 :
  • Pembinaan Al Qur'an dan Tahfidz
06.15 - 07.00 :
  • Mandi dan sarapan pagi
  • Persiapan belajar formal semua lembaga
07.00 - 12.30 :
  • Belajar formal TK - SMA
12.30 - 13.30 :
  • Shalat Dzuhur dan makan siang
13.30 - 15.00 :
  • Istirahat siang (TK dan SD)
13.30 - 16.00
  • Program Kepesantrenan, Tahfidz dan Takhasshus SMP & SMA
15.00 - 15.45 :
  • Shalat Ashar berjamaah
15.45 - 17.45 :
  • Program Diniyah TK & SD
  • Program Komputer & Olahraga SMP dan SMA
17.45 - 19.30 :
  • Shalat Maghrib
  • Pembinaan Al Qur'an dan Tahfidz
  • Shalat Isya'
19.30 - 20.00 :
  • Makan malam
20.00 - 21.00 :
  • Belajar malam
21.00 - 03.30 :
  • Istirahat malam